Oleh : H. Iswan Kurnia Hasan, Lc. MA.
Dalam surat Saba’ ayat 39, Allah Swt. menjanjikan orang yang menginfakkan hartanya dengan balasan secara langsung. Allah berfirman, “Katakanlah sesungguhnya Tuhanku akan melapangkan rezeki dan akan membatasinya, bagi siapa yang Ia kehendaki. Dan apa saja yang kamu sedekahkan, maka Allah akan menggantinya. Dan Dialah sebaik-baik pemberi rezeki.”
Menurut Ibnu Katsir, maksud dari ayat ini, apa saja yang telah disedekahkan oleh seseorang, maka Allah akan menggantinya di dunia, lalu kembali memberikan pahala dan balasan baginya di akhirat. Senada dengan ayat di atas, Allah kembali menegaskan balasan sedekah yang akan diterima di dunia dalam sebuah hadis Qudsi. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, “Allah pernah berfirman, “Wahai anak Adam, bersedekahlah kamu, niscaya Aku akan menafkahimu. Lalu Rasul bersabda, “Pemberian Allah selalu melimpah.” Ibnu Numair lantas menimpali, “Pemberian yang tidak akan pernah berkurang, sekalipun mengalir siang dan malam.”
Prof. DR. Huda Abdul Hamid, MA., Guru Besar Fikih Perbandingan di Universitas Al-Azhar Mesir pernah menganalisa korelasi antara sedekah yang diberikan manusia, dan ganti yang dijanjikan Allah. Kata beliau, “Allah akan memberikan balasan seketika atas sedekah yang diberikan di dunia. Dalam bentuk rezeki yang bertambah dan diberkahi, dalam rangka mencari ridha ilahi. Diantara syariat utama yang diperintahkan Allah kepada umat Islam yaitu bersedekah. Sedekah tersebut menjadi sarana mensucikan hati, meningkatkan moralitas dan menambah harta.”
Dalam kerangka teori, kita bisa meyakini ayat dan hadis di atas. Sebagai seorang muslim, kita juga akan mengamini kesimpulan sang Guru Besar. Namun mematrikan sedekah menjadi kebiasaan dan masuk ke dalam alam bawah sadar kita tidak mudah. Membudayakan sedekah masih perlu kerja keras. Sebab pragmatisme dan kebudayaan materi telah membelenggu kita sejak lahir. Terkadang mudah berinfak saat memiliki. Ringan bersedekah saat berkecukupan. Namun menjadi sulit, tatkala kebutuhan hidup belum terpenuhi. Nafkah buat keluarga belum tercukupi. Keinginan memiliki tambahan materi, masih terus berkecamuk dalam hati. Padahal Allah telah menjamin ganti.
Ada contoh sederhana tentang sedekah yang diganti Allah seketika. Secara kasat mata, di dunia nyata dan tanpa jeda. Alkisah, ada seorang mahasiswa Indonesia yang menaiki sebuah mobil angkutan penumpang yang akan berangkat dari kota Kairo menuju daerah Manzalah di Propinsi Daqahliyah Mesir. Jenis mobil itu mikro bus. Memuat empat belas penumpang beserta sopir. Tarif sekali jalan sejumlah 40 Pound Mesir. Setelah kursi terisi semua, sopir segera bersiap menjalankan mobilnya.
Namun ada yang aneh dan mengusik konsentrasi sang mahasiswa di dalam mobil. Sebelum jalan, sopir mikro bus berdiri di depan pintu penumpang, lalu berkata, “Siapa yang mampu menghapal 8 hadis nabi tidak perlu membayar. Alias gratis. Siapa yang hapal 4 hadis membayar setengah saja. Siapa yang hapal 2 hadis saja, maka harus membayar dua pertiga ongkos. Sekarang, kita akan memulai dari depan”.
Sopir bertanya, “Silahkan berapa hadis yang bapak hapal?” Penumpang paling depan lalu menjawab, “Saya hapal dua hadis”. Sopir lalu meminta bapak tersebut menyebutkan dua hadis yang ia hapal. Bapak itu lalu menyebutkan, “Menghilangkan sesuatu yang membahayakan dari jalan bagian dari sedekah dan sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya, setiap manusia terkait dengan apa yang ia niatkan”.
“Bagus, bagus, bagus, bapak mendapatkan potongan harga 25 persen. Bapak hanya membayar 30 pound saja” ujar si sopir. Lanjut ke penumpang yang kedua. “Berapa hadis yang Anda hapal?” tanya sopir. “Maaf saya tidak menghapal satu hadispun” jawab penumpang. Sopir melanjutkan ke penumpang yang ketiga, “Kalau Anda berapa hadis?”. “Saya hanya bisa satu hadis saja. Rasulullah bersabda, “Senyum bagi saudaramu adalah sedekah” jawab penumpang ketiga. Sekalipun ada sedikit kesalahan dalam matan hadis, tapi tetap dapat potongan harga. Penumpang ketiga hanya membayar 35 Pound Mesir.
Beralih ke penumpang yang keempat. “Silahkan bapak berikutnya. Berapa hadis yang Anda hapal?” tanya pak sopir. “Alhamdulillah saya menghapal delapan hadis” Jawab penumpang keempat. Kemudian ia menyebutkan delapan hadis yang ia hapal. Sopir lalu memujinya dan tidak mengambil ongkos karena mampu menghapal delapan hadis.
Berikutnya sang sopir mempersilahkan para penumpang satu demi satu menyebutkan hadis yang mereka hapal secara berurutan. Dari penumpang yang kelima sampai terakhir. Termasuk sang mahasiswa. Ada yang hapal satu hadis. Ada yang hapal dua. Ada yang hapal delapan dan ada yang tidak hafal sama sekali. Setelah semua selesai, sopir mulai menarik ongkos dari semua penumpang dengan potongan harga sesuai dengan jumlah hadis yang dihapal. Mobil mikro bus kemudian mulai berjalan. Tidak lupa, sopir menuntun semua penumpang untuk membaca doa perjalanan. Lalu ia mulai menyetel kaset murattal Alquran. Sehingga seluruh penumpang dapat menikmati lantunan ayat-ayat suci sepanjang perjalanan.
Sudah sering sang mahasiswa melakukan perjalanan dari Kairo ke Manzalah. Namun perjalanan kali ini terasa begitu membekas. Apa yang dilakukan oleh pak sopir sangat berkesan. Ia melakukan sedekah, sekaligus membudayakan untuk mencintai hadis Rasulullah. Walaupun hanya berprofesi sebagai sopir, tapi makna sedekah yang diajarkannya melebihi para ustad dan penceramah di mimbar. Padahal tanpa memberikan potongan harga, akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Toh ia juga bisa menggunakan cara lain untuk mencintai hadis Nabi. Dengan memutar kaset ceramah di mobil misalnya. Atau menyampaikan hadis sambil menyetir. Tanpa harus memberikan diskon.
Setelah sampai di terminal Manzalah, semua penumpang mulai turun dari mikro bus. Wajah mereka berseri-seri bahagia diiringi takjub. Karena baru saja melewati sebuah perjalanan yang sarat dengan ibrah. Kecuali satu orang masih tetap duduk tenang. Tampilannya begitu sederhana. Memakai kaos oblong dan celana katun tua. Ia tidak langsung beranjak pergi, tapi justru mendekati sang sopir. Ia termasuk yang tidak bisa menghapal hadis sama sekali.
Ia lalu berkata kepada pak sopir, “Saya juga ingin berbagi dengan Anda, sebagaimana Anda telah bersedekah kepada para penumpang. Terimalah yang sedikit ini dari saya, untuk Anda dan keluarga”. Penumpang itu lalu memberikan kantong plastik berwarna hitam, di dalamnya ada dua kilo mangga yang sempat ia beli di Kairo. Sopir mengucapkan terima kasih sambil mendoakan kebaikan untuk penumpang yang telah berlalu dari hadapannya.
Di sore hari, pak sopir pulang ke rumah sambil menenteng kantong plastik berisi mangga. Ia menyerahkan kantong tersebut kepada istrinya yang menunggu di rumah. Ketika sang istri membuka kantong, ia mendapatkan sebuah amplop yang tersembunyi di antara buah mangga. Di amplop itu tertulis, “Buat sang sopir yang telah mengajarkan kami sunnah Rasululllah untuk saling berbagi.” Ketika amplop itu dibuka, rupanya ada uang sejumlah 500 Pound Mesir.
Masya Allah! Begitu indah saat Allah mengganti sebuah sedekah di dunia. Potongan harga karena menghapal hadis Rasulullah, diganti Allah dengan dua kilo mangga dan uang 500 Pound Mesir. Langsung dirasakan secara kasat mata. Terjadi bukan di alam mimpi tapi di dunia nyata. Secara langsung tanpa jeda. Bahkan sang sopir belum menyadarinya, saat Allah telah menggantinya. Setelah pulang ke rumah, baru ia mengetahui, ada ganti yang Allah berikan dari sedekahnya.
Kisah nyata ini diceritakan oleh seorang alumni universitas Al-Azhar di Mesir. Akan banyak cerita serupa dengan pelaku yang berbeda. Sejak zaman Rasulullah, sampai saat ini. Kadang kita ketahui, karena disampaikan oleh sang pelaku. Kadang tidak. Cerita itu menjadi kekayaan spiritual dan gudang motivasi bagi sang pelaku untuk terus bersedekah. Terus berbagi kepada sesama. Sambil menunggu keajaiban sedekah apalagi yang akan ia jumpai. Ganti apalagi yang akan ia terima secara kasat mata. Balasan apalagi yang akan Allah berikan kepadanya di dunia.
Bila ada yang bertanya, ketika sudah bersedekah, tapi ganti yang dijanjikan Allah tidak bisa dirasakan secara kasat mata, tidak termanivestasikan di dunia nyata, apakah yang salah?
Kesalahan bisa jadi terletak dalam niat, sehingga Allah tidak menggantinya. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Al-Baihaqi, dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata, “Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Segala sesuatu yang diinfakkan oleh seorang hamba, maka Allah yang akan menggantinya, (dan Allah) menjaminnya. Kecuali infak yang diniatkan untuk maksiat atau bermegah-megahan.”
Hadis ini memastikan jaminan dari Allah di dunia untuk membalas seorang yang bersedekah. Kecuali sedekah yang diniatkan untuk maksiat. Atau bermegah-megahan. Ingin dianggap seorang yang dermawan misalnya. Jenis sedekah seperti ini tidak akan diberikan balasan di dunia, dan di akhirat bisa mendapat siksa.
Lalu bagaimana bila kita bersedekah, setelah meniatkan untuk Allah, ditambah dengan niat meminta ganti materi dari Allah? Atau dibarengi dengan niat dunia lainnya? Selain maksiat dan bermegah-megahan.
Lembaga fatwa Mesir pernah mengeluarkan fatwa yang membolehkan sedekah dengan niat yang bersifat keduniaan. Fatwa dengan nomor 3044 membolehkan seseorang bersedekah dengan niat meminta kelapangan rezeki, kesuksesan, menolak musibah atau kesembuhan dari penyakit. Berdasarkan apa yang pernah disampaikan oleh sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata, “Bersegeralah mengeluarkan sedekah, karena bencana tidak akan melewati sedekah” (riwayat Al-Baihaqi).
Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga pernah mengatakan, “Sesungguhnya sedekah memiliki pengaruh yang ajaib untuk membendung semua jenis musibah. Walaupun bagi seorang pelaku maksiat, orang dzalim atau kafir yang bersedekah. Allah akan melindungi semua pelaku sedekah dari segala jenis musibah. Hal ini sudah jamak diketahui oleh seluruh manusia. Baik yang awam maupun tidak. Semua penduduk bumi juga mengetahuinya. Karena mereka telah mencobanya” (al-Wâbil ash-Shaib min al-Kalim ath-Thayyib)
Kedua, pemaknaan terhadap rezeki yang diberikan Allah sebagai ganti sedekah. Terkadang kita memaknai sedekah akan diganti dengan jenis yang sama dari Allah. Bila sedekah uang, akan diberikan ganti dengan uang juga. Padahal ganti yang diberikan bisa sejenis dan bisa tidak. Selain itu, ganti yang diberikan Allah atas materi yang diberikan, belum tentu berbentuk materi kembali. Bisa berbentuk sesuatu yang non materi.
Rezeki adalah sebuah pemberian dari Allah yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Rezeki bisa berbentuk materi dan non materi. Rezeki juga bisa diberikan di dunia, atau di akhirat. Berdasarkan makna ini, maka iman, islam, hidayah, kesehatan, kesalihan, motivasi melaksanakan kebaikan adalah juga bagian dari rezeki yang Allah anugrahkan kepada seorang manusia. Termasuk rezeki, adalah kesempatan masuk surga yang Allah berikan kepada- hamba-hambaNya yang terpilih.
Maka, bisa jadi penghasilan Anda pas-pasan. Namun Anda terbiasa bersedekah. Semakin hari Anda merasa tidak ada yang bertambah dari penghasilan. Apakah Allah tidak mengganti sedekah yang telah diberikan? Padahal tanpa Anda sadari, Allah telah menitipkannya melalui keturunan Anda. Mereka berkembang menjadi anak yang salih dan salihah. Inilah ganti yang Allah berikan. Berupa rezeki yang non materi. Rezeki dalam bentuk kesalihan. Berapa banyak orangtua yang kekayaannya habis akibat kenakalan anak-anaknya.
Mungkin Anda memiliki kelapangan harta sehingga mudah berinfak. Tapi pengembalian dari Allah tidak terasa kasat mata. Tidak tampak di dunia nyata. Padahal Allah telah mengganti infak itu dengan bentuk hidayah. Semakin hari, Anda semakin dibimbing untuk mendekat kepadaNya. Anda mampu merasakan kenikmatan ibadah dalam setiap waktu. Anda menjadi hamba yang lebih taat dari sebelumnya. Anda dipanggil menjadi penghuni surga. Inilah ganti infak tersebut. Diberikan rezeki dalam bentuk hidayah, yang tidak diberikan kepada setiap orang. Berapa banyak manusia di atas muka bumi yang belum mendapatkan hidayah Allah dan meninggal dalam kondisi kafir.
Mungkin Anda telah mematrikan diri menjadi seorang dermawan. Anda terus berbagi kepada yang membutuhkan. Tapi materi tetap tidak bertambah. Stabil saja dalam penghasilan. Padahal sebenarnya, Allah telah mengkonversi kedermawanan dalam bentuk jasad yang selalu sehat. Tidak pernah kena penyakit. Ini juga rezeki yang diberikan Allah sebagai ganti sedekah. Berapa banyak yang memiliki kecukupan harta, tapi hidupnya tergantung dengan obat. Hanya bisa mengkonsumsi makanan tertentu saja. Sekalipun memiliki uang yang bisa membeli seluruh jenis makanan.
Ketika sedekah telah diberikan, gantinya telah dijamin. Bentuknya saja yang berbeda. Bisa materi dan bisa non materi. Allah akan menggantinya di dunia, dan menyiapkan balasan yang terbaik di akhirat kelak. Jangan sampai kita akhirnya menyesal saat masuk ke dalam kubur, karena tidak sempat membudayakan sedekah ketika hidup. Allah berfirman dalam surat Al-Munafiqun ayat 10, “Dan sedekahkanlah apa yang telah Kami berikan kepadamu, sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata, “Tuhan, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, agar aku bisa bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang salih”.
Leave A Comment