
Fenomena Zikir Berjamaah
Sebagai seorang muslim yang sangat membutuhkan stabilitas ruhani, zikir menjadi sebuah keharusan yang tidak dapat terpisahkan. Dengan berzikir, kekuatan ruhiyah akan senantiasa terasah sehingga dapat menghadapi setiap tantangan dengan penuh kesabaran dan tsabat.
Tidak mudah luntur dan bergeming dari iming-iming nafsu dan tipu daya dunia. Maka zikir menjadi sumber kekuatan para ulama terdahulu untuk menyebarkan dakwahnya. Banyak kemudian buku-buku yang ditulis oleh mereka khusus untuk membahas masalah zikir.
Salah satu contohnya adalah Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah yang menulis satu buku khusus zikir, yang diberi judul “Al-Wâbil Al-Shaib”. Dalam buku ini Imam Ibnu Qayyim menjelaskan tentang 100 manfaat berzikir.
Imam Nawawi sebagai seorang ulama hadis dan juga seorang ahili fikih juga memiliki satu buku khusus tentang zikir yang diberi judul “Al-Adzkâr”.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa suatu ketika Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sedang berkunjung ke rumah gurunya Imam Ibnu Taimiyah. Pada saat itu beliau mendapati gurunya sedang dalam keadaan berzikir.
Keadaan gurunya terus berlanjut sampai pertengahan siang. Kata sang guru kepada beliau bahwa zikir yang baru saja ia lakukan ibarat sarapan pagi yang akan menguatkan jasmani dan ruhaninya selama satu hari penuh.
Syarat Zikir
Zikir merupakan ibadah yang sangat mudah untuk dilakukan. Tidak membutuhkan waktu dan kondisi tertentu. Setiap waktu dan kesempatan dapat dilakukan oleh siapa saja. Tidak membutuhkan kondisi suci. Seorang wanita yang sedang haidpun juga dapat melaksanakan Zikir.
Namun, bila kita meneliti beberapa ayat dan hadis yang berbicara masalah dzikir, ada syarat yang harus dipenuhi sehingga zikir dianggap sempurna. Berikut beberapa ayat yang menegaskan tentang syarat ini.
Dalam surat Al-Ahzab ayat: 41-43, Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”
Sifat zikir yang disebutkan dalam Al-Quran merupakan pelengkap atau penutup ibadah-ibadah utama dalam Islam.
Dalam surat An-Nisâ ayat:103, Allah Swt. berfirman, “Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Dalam pelaksanaan ibadah haji, Allah Swt. berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 200, “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan nenek moyangmu), atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat.”
Bahkan dalam Al-Quran, Allah Swt. membedakan orang-orang beriman dan munafik dari kuantitas zikir yang dilaksanakan.
Dalam Surat An-Nisâ ayat: 142, Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka melaksanakannya dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Zikir Berjamaah Antara Pro dan Kontra
Zikir berjamaah menimbulkan perbedaan dalam tubuh umat Islam. Antara yang menerima dan menolaknya. Bahkan kemudian ada sebagian yang justru menganggap zikir berjamaah adalah bidah yang harus dijauhi.
Berikut beberapa alasan tentang zikir berjamaah, baik yang menerimanya atau yang menolaknya.
Alasan dari kedua belah pihak perlu diketahui oleh seorang muslim sehingga dapat menyikapi dengan baik ketika dihadapkan dengan kondisi zikir berjamaah.
1. Pendapat yang membolehkan
Adapun pihak yang membolehkan pelaksanaan zikir berjamaah dengan menggunakan beberapa dalil dari hadis, atsar sahabat, dan fatwa Imam Ibnu Taimiyah. Adapun dalil dari hadis, antara lain:
Pertama, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., berkata, “Pernah suatu ketika Rasulullah Saw. menghampiri kami kemudian beliau berkata: “Wahai manusia, hendaklah kalian memperhatikan taman-taman surga.” Kami (para sahabat) kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, apakah taman-taman surga yang engkau maksudkan?” Rasulullah kemudian menjawab, “yaitu majelis-majelis zikir”. Kemudian Rasulullah menambahkan: “Dalam keadaan pagi dan petang hendaklah kalian berzikir. Barang siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di akhirat, maka hendaklah ia melihat seberapa penting kedudukan Allah dalam dirinya. Karena sesungguhnya Allah akan mendudukkan seorang hamba sesuai dengan kedudukan yang ia berikan (dalam hatinya) untuk Allah Swt.”
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkâr mengatakan, “Sebagaimana zikir disunahkan, majelis zikir juga menjadi bagian dari sunah.
Kedua, sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa’id Al-Khudry ra. beliau berkata: “Bahwasannya suatu ketika Muawiyah ra. Pernah mendapatkan sebuah halaqah di masjid. Beliau kemudian bertanya kepada orang-orang yang ada dalam halaqah tersebut: “Apa yang membuat kalian duduk-duduk di sini dan membuat halaqah?” Mereka kemudian menjawab: “Kami duduk-duduk di sini semata-mata untuk berzikir kepada Allah Swt.” Muawiyah kemudian kembali bertanya: “Demi Allah, kalian tidak duduk-duduk di sini kecuali hanya untuk berzikir kepada Allah Swt?” Mereka kemudian menjawab: “Ya, demi Allah kami tidak duduk-duduk di sini kecuali hanya untuk melaksanakan perbuatan itu (berzikir kepada Allah).” Muawiyah kemudian berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah menghampiri para sahabatnya yang sedang melaksanakan majelis zikir. Rasulullah kemudian bertanya kepada mereka: “Apakah yang membuat kalian duduk-duduk di sini?” Para sahabat yang ada di majelis tersebut kemudian menjawab: “Sesungguhnya kami duduk-duduk di sini untuk berzikir kepada Allah, kami memuji-Nya (tahmid) atas nikmat hidayah Islam yang telah dianugerahkan kepada kami.” Rasulullah kembali bertanya: “Demi Allah, kalian tidak duduk-duduk di sini kecuali hanya untuk berzikir kepada Allah?” Para sahabat tersebut kemudian menjawab: “Ya, demi Allah kami tidak duduk-duduk di tempat ini kecuali hanya untuk itu (berzikir kepada Allah).” Rasulullah kemudian bersabda: “Sesungguhnya saya tidak menuduh kalian, namun Jibril datang kepadaku dan mengabarkan kepadaku bahwasannya Allah Swt., membanggakan kalian di hadapan para malaikat.”
Ketiga, diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. ia berkata: “Bahwasannya Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya tidak ada sebuah kaum yang membuat satu majelis untuk berzikir kepada Allah kecuali para malaikat akan menaungi mereka dan menurunkan rahmat kepada mereka, serta Allah Swt. akan senantiasa mengingat setaip yang hadir dalam majelis tersebut.”
Imam Al-Shan’any ketika memberikan komentar terhadap hadis ini mengatakan bahwasannya hadis ini menunjukkan keutamaan majelis zikir, orang-orang yang melaksanakan zikir, dan keutamaan membuat satu kumpulan untuk berzikir. Yang dimaksud dengan zikir dalam hal ini adalah tasbih, tahmid, tilawah, dsb.
Imam ibnu Hajar Al-Atasqalany menjelaskan dalam kitab Fath Al-Bâry bahwasannya setelah mengumpulkan hadis dari berbagai sumber didapatkan kesimpulan yang dimaksudkan dengan majelis zikir adalah adalah sebuah majelis yang melakukan berbagai macam zikir, termasuk di dalamnya mengucapkan tasbih, takbir, membaca Al-Quran, berdoa untuk kebaikan di dunia dan akhirat, dsb.
Dalam kitab Fatawa Imam Ibnu Taimiyah, dalam masalah ke-175 ada sebuah pertanyaan tentang majelis zikir. Apakah mengeraskan suara ketika zikir adalah bidah?
Imam Ibnu Taimiyah kemudian menjawab: “Berkumpul dalam rangka zikir kepada Allah Swt. dan mendengarkan Al-Quran dan berdoa adalah termasuk amal salih dan cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Dalam hadis sahih Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. memiliki malaikat yang senantiasa mengelilingi bumi. Kalau mereka kemudian bertemu dengan majelis zikir mereka kemudian bersenandung: “Mintalah apa yang kalian inginkan…”
Akan tetapi hanya dilakukan dalam beberapa waktu saja dan tidak menjadi sunnah yang senantiasa dilakukan terus-menerus kecuali yang memang telah disunnahkan oleh Rasulullah Saw. seperti dalam salat lima waktu, salat Jumat, salat “id, dll.
Adapun seseorang yang senantiasa mengerjakan wirid pagi dan petang maka hal ini termasuk sunnah Rasulullah Saw. dan kebiasaannya orang-orang salih dari dulu sampai sekarang. Apa yang disunnahkan yang terkait dengan berjamaah seperti salat lima waktu maka hendaklah dilakukan. Dan yang disunnahkan untuk senantiasa dibaca secara perseorangan maka hendaklah dilakukan. Beliau menambahkan, “Adapun zikir yang dilakukan sampai terdengar dan sampai mengeluarkan airmata maka ini adalah kondisi terbaik ketika berzikir.
Adapun dalil keempat tentang zikir berjamaah termaktub dalam kitab Bukhary dan Muslim, dalam sebuah hadis panjang dari sahabat Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. memiliki malaikat-malaikat yang senantiasa berkeliling di jalan-jalan untuk mencari ahli zikir. Apabila mendapatkan kaum yang berzikir kepada Allah Swt. mereka bersenandung, “Mintalah kebutuhan kalian” Beliau Saw. melanjutkan sabdanya, “Mereka kemudian menaungi majelis zikir tersebut dengan sayap-sayap mereka sampai ke langit dunia.” Kemudian Rasulullah kembali bersabda: “Kemudian para malaikat tersebut bermunajat kepada Allah”. Allah kemudian bertanya kepada para malaikat tersebut: “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku?” Para malaikat itu menjawab: “Mereka melafazkan tasbih, takbir, tahmid, dan memuja-Mu…”
Di akhir hadis ini disebutkan, Allah Swt kemudian berfirman: “Persaksikanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka.” Berkata kemudian salah seorang malaikat dari mereka: “Sesungguhnya ada seseorang yang bukan termasuk mereka, namun kebetulan ia datang (ke majelis zikir) karena ada suatu keperluan.” Allah kemudian berfirman: “Mereka termasuk orang yang ada di dalamnya. Orang yang duduk bersama mereka tidak akan sengsara.”
Imam Nawawi menjelaskan bahwa di dalam hadis ini ada keutamaan berzikir, majelis zikir, duduk bersama keluarga untuk berzikir, dan duduk bersama orang-orang yang salih (mengikuti majelis orang-orang saleh).”
Dalil Kelima yang disebutkan dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Thabrany dan Al-Bazzar dari seorang sahabat yang bernama Ya’la bin Syaddad, ra. berkata: “Saya dikisahkan oleh Abu Syaddad dan sahabat Ubadah bin Shamit yang hadir pada saat itu juga membenarkannya bahwasannya Rasulullah Saw. dalam sebuah majelis pernah memerintahkan untuk menutup pintu kemudian beliau berkata, “Angkatlah tangan kalian dan ucapkanlah Lâ ilâha illallâh.” Maka kami kemudian mengangkat tangan kami kemudian Rasulullah meletakkan tangannya sambil berkata: “Puji syukur hanyalah milik Allah Swt. semata. Ya Allah sesungguhnya Engkaulah yang mengutusku dengan kalimat-kalimat ini dan memerintahkannya kepadaku serta menjanjikanku surga atas kalimat-kalimat tersebut. Sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji.”
Kemudian Rasulullah kembali melanjutkan sabdanya: “Bergembiralah kalian, sesungguhnya Allah Swt. telah mengampuni kalian.”
Adapun dalil dari atsar Sahabat ra. menunjukkan bahwasannya mereka senantiasa bersemangat untuk melakukan zikir secara berjamaah dan berkumpul untuk berzikir kepada Allah Swt.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata: “Bahwasannya sahabat Abdullah bin Rawahah ra. ketika bertemu dengan sahabat yang lain senantiasa mengajak mereka, “Mari, kita sama-sama bekumpul untuk beriman sekalipun hanya sejenak.” Pada satu ketika ada yang marah dengan sikap Abdullah bin Rawahah tersebut kemudian mengadukannya kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak mengetahui bahwasannya Abdullah bin Rawahah mengajak untuk beriman kepadamu sekalipun hanya sejenak.” Rasulullah Saw. kemudian bersabda: “Semoga Allah Swt. merahmati Abdullah bin Rawahah, sesungguhnya ia mencintai majelis-majelis yang dibanggakan oleh para malaikat.”
Adapun pendapat yang tidak membolehkan dengan berlandaskan kepada beberapa ayat dan hadis sebagaimana yang disebutkan di bawah ini.
Pertama, firman Allah Swt. dalam Al-Quran Surat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Kedua, firman Allah Swt. dalam Al-Quran Surat Al-Ahzab ayat 41 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”
Ketiga, firman Allah Swt. dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 205, “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
Keempat, hadis yang diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, ia berkata: “Kami pernah bersama Nabi Saw. dalam suatu perjalanan. Kemudian orang-orang mengeraskan suara dalam bertakbir. Lalu Nabi Saw. bersabda: Hai manusia, kecilkanlah suaramu, sebab kamu tidak berdoa kepada orang yang tuli dan jauh, melainkan kamu berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersamamu …”
Kelima, hadis yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda, “Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung berfirman: Aku adalah menurut sangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia berzikir (dengan menyebut nama)Ku. Jika ia mengingat Aku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam Diri-Ku, dan jika ia menyebut nama-Ku dalam sekelompok manusia, maka Aku menyebutnya dalam sekelompok manusia yang lebih baik dari mereka. Jika ia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta, jika ia mendekati-Ku sehasta, maka Aku mendekatinya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan berlari kecil.”
Kelima, hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Pemberi berkah dan Maha Tinggi mempunyai malaikat-malaikat yang memiliki mobilitas tinggi dan kelebihan yang selalu mengikuti majlis-majlis zikir. Maka apabila mereka menemukan majlis yang didalamnya terdapat kegiatan zikir, mereka duduk bersama para anggota majlis, dan mereka mengelilinginya dengan sayap mereka, sehingga mencakup semua apa yang ada di antara mereka dan langit dunia. Apabila orang-orang yang berzikir telah bubar, maka para malaikat naik dan mendaki ke langit …”
Keenam, hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., “Rasulullah saw bersabda: Setiap ada kaum di suatu rumah (masjid) dari rumah-rumah Allah dengan membaca kitab Allah (al-Qur’an) dan mempelajarinya, pasti turun kepada mereka ketenteraman dan tertumpah kepada mereka rahmat Allah, dan dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah mengingat mereka yang ada di dalam majlis …”
Disebutkan juga dalam sebuah riwayat bahwa suatu ketika Ibnu Mas’ud ra. pernah mendapatkan orang-orang yang sedang berzikir secara berjamaah. Ia kemudian mengingkari hal tersebut dan kemudian membubarkannya.
Terkait dengan hal ini Syaikh Abdullah bin Baz pernah mengeluarkan fatwa yang melarang zikir secara berjamaah karena menurut beliau zikir secara berjamaah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya.
Adapun penjelasan dari dalil-dalil di atas sebagai berikut:
Ayat pertama [ar-Ra’d (13): 28] dan ayat kedua [al-Ahzab (33): 41], mengandung perintah agar memperbanyak berzikir kepada Allah Swt.. Dimaksudkan dengan zikr ialah menyebut lafal-lafal jalalah, seperti Subhanallah, alhamduLillah, Allahu Akbar, La Haula wa la Quwwata illaa Billah, membaca shalawat, membaca al-Qur’an dan lafal jalalah lainnya.
Al-Fakhrurrazy membagi zikir menjadi tiga macam: zikir dengan lisan, yaitu menyebut nama Allah atau lafal jalalah; zikir dengan hati, yaitu memikirkan dan merenungkan keagungan Allah, rahasia penciptaannya, dan sebagainya; dan zikir dengan anggota badan, seperti mendirikan shalat, sedekah, beramal shalih, dan sebagainya.
Para ahli tasawwuf memerinci sebagai berikut: Bahwa zikir ada tujuh macam: zikir dengan mata, zikir dengan telinga, zikir dengan lisan, zikir dengan kedua tangan, zikir dengan badan, zikir dengan hati, zikir dengan ruh (jiwa). [as-Shan’aniy, 1960, IV: 214].
Zikir yang paling utama adalah zikir dengan ketiga-tiganya; dengan lisan, hati dan anggota badan. Zikir semacam inilah yang paling utama dan paling sempurna. Artinya bahwa zikir dengan hati saja atau dengan lisan saja adalah boleh, dan semuanya harus dilakukan dengan ikhlas. Itulah yang dapat melahirkan ketenteraman, sebagaimana disebutkan pada ayat 28 surat ar-Ra’d di atas.
Ayat ketiga [al-A’raf (7): 205], menegaskan agar zikir tersebut dilakukan dengan cara merendahkan diri, rasa takut dan dengan suara yang lembut, tidak keras, secara kontinyu, pagi dan sore. Ayat tersebut dengan tegas melarang berzikir dengan suara keras, sebab suara keras akan mengganggu orang lain dan menghilangkan kekhusyu’an.
Oleh karena itulah Rasulullah saw memperingatkan para shahabat yang berzikir dengan suara keras, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari.
Hadits No. 5 yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah, juga hadits No. 6 dan hadits No. 7, memberikan informasi bahwa Allah Swt. menugaskan para malaikat berkeliling mengikuti majlis zikir, dan apabila malaikat majlis zikir mereka akan melindunginya dengan sayapnya hingga selesai, dan Allah Swt. akan menganugerah rahmat-Nya kepada majlis zikir tersebut.
Tiga hadits tersebut (hadits No. 5, 6, dan 7) memberikan pengertian bahwa berzikir bersama dalam satu majlis adalah sangat baik (tanpa imam dan makmum), dan harus sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Seperti dilakukan dengan khusyu’ dan rasa takut. Kemudian dengan suara halus, tidak kedengaran orang lain, tidak dengan berteriak-teriak, menangis dengan histeris, menggeleng-gelengkan kepala dan sebagainya, sehingga tidak mengganggu orang lain. Sebab Allah SWT adalah Maha Mendengar dan Maha Dekat.
Lalu Dilakukan dengan ikhlas, bukan karena untuk mencari popularitas, keduniaan dan sebagainya yang melanggar ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Demikian kiranya penjelasan pro dan kontra ulama tentang zikir berjammah.
Leave A Comment