Foto: Ridwan Lakoro (manager kedai thayyib) menemani makan para mualaf/SUTOPO ENTEDING

Kedai Thoyyib Jamu Mualaf Asal Morut
Kedai Thayyib menjamu makan siang tiga muallaf warga Desa Salubiro, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara. Tiga muallaf yang diislamkan pada program ekspedisi medio Februari 2020 oleh pegiat dakwah itu adalah Toni, Salom dan Yandis.
Ketiga warga ini sengaja berkunjung ke Alquran Institute untuk meminta petunjuk terkait bimbingan keagamaan terhadap sekira 82 warga yang telah resmi memeluk Agama Islam.
“Mereka ini datang untuk meminta agar dibimbing keislamannya,” tutur Direktur Alquran Institute, Iswan Kurnia Hasan di Kedai Thayyib, Rabu (9/9/2020).
Toni memang sering berkunjung ke Luwuk. Biasanya, ketika berkunjung ke Kota AIR ini, ia menginap di Rumah Mualaf Banggai. Toni satu-satunya mualaf di Desa Salubiro yang sudah paham berbahasa Indonesia seadanya dan sudah memahami pula menggunakan telepon seluler untuk terhubung dengan para pegiat dakwah di Luwuk.
Untuk bisa sampai ke Luwuk, Toni bersama dua warga lainnya harus berjalan kaki terlebih dahulu dari desanya menuju tempat yang dilalui kendaraan. Jarak tempuhnya mencapai sekira lima jam berjalan kaki, karena tak ada akses kendaraan roda empat.
Saat berdiskusi terungkap bahwa mereka membutuhkan bimbingan amalan ibadah menurut Syariat Islam. Permintaan ini cukup beralasan. Sebab, ketika mereka diislamkan pada medio Februari, mereka baru diajari gerakan salat semata, belum diajarkan bacaan salat.
Mewabahnya virus Covid-19 menjadi penyebab program ekpedisi belum berlanjut. Apalagi, pasca-Bupati Morowali Utara almarhum Atripel Tumiwowor dinyatakan positif Corona. Buntutnya, program ekspedisi terhenti hingga saat ini.
Permintaan bimbingan itu disahuti. Untuk langkah berikutnya, penyiapan dai yang bertugas khusus di Desa Salubiro, Bungku Utara. Dai akan diseleksi terlebih dahulu. Memang bukan perkara mudah mencari dai yang menetap untuk membimbing para mualaf itu bagaimana cara mengamalkan ajaran Syariat Islam. Sebagian besar warga di desa itu belum beragama alias khalaik.
Untuk menyambung hidup, warga setempat bekerja sebagai pencari damar dan berkebun.
Diskusi yang berlangsung selama beberapa saat itu pun berakhir di meja makan. Ketiga mualaf itu mencicipi nikmatnya makanan yang disediakan di Kedai Thayyib.
Makanan yang tersedia di kedai ini, bukan hanya halal, tapi menyehatkan sesuai tuntunan Islam. Yakni, halalan thayyibah. Di setiap racikan masakan tanpa penyedap rasa. Makanan khas Arab dan Timur Tengah tersedia di Kedai Thayyib.
Tak hanya menikmati menu makanan, ketiga mualaf ini juga menyeruput kopi susu tanpa gula.
Usai makan siang, ketiganya diantar ke Rumah Mualaf untuk beristirahat.